BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap
bangsa
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan setiap bangsa mempunyai hak
untuk mengatur segala aspek kehidupan di negaranya. Tetapi, itu hanya berlaku
bagi negara yang bebas atau merdeka. Sebaliknya, bagi bangsa-bangsa yang sedang
terjajah tidak akan mungkin bisa mewujudkan harapannya untuk merdeka. Karena
ini menyangkut hak kemerdekaan negara tersebut yang kemerdekaannya dirampas
oleh bangsa imperialis-kolonialis. Oleh sebab itu banyak terjadinya perjuangan
atau perlawanan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan bagi negaranya sendiri.
Contohnya seperti bangsa kita yaitu bangsa Indonesia yang merupakan satu dari
beberapa negara yang berada di kawasan Asia yang secara terus-menerus berjuang
menghadapi para penjajah untuk merebut kemerdekaan.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah pada makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
bagaimana proses terbentuknya Bangsa Indonesia.
2.
Pengertian
Bangsa.
C.
Batasan Masalah
Agar
pembahasan tidak meluas penulis memberikn batasan masalah :
1.
Proses
terbentuknya bangsa Indonesia.
2.
Pengertian
Bangsa.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Bangsa
Bangsa
merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam bahasa inggris). Kata nation
bermakna keturunan atau bangsa. Seiring perkembangan zaman, maka pengertian
bangsa juga mengalami perkembangan makna. Pada awalnya bangsa hanya hanya
diartikan sekelompok orang yang dilahirkan pada suatu tempat yang sama.
Diistilahkan
bangsa yaitu orang – orang yang bersatu karena kesamaan keturunan. Dan dapat
dicontohkan wangsa, trah (Jawa), dan marga (Batak), misalnya wangsa Syailendra,
trah Mangkunegara, dan marga Sembiring. Mereka menjadi bangsa karena berasal
dari keturunan yang sama.
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835. Namun,
istilah ini sering diperdebatkan dan dipertanyakan sehingga melahirkan berbagai
teori tentang bangsa sebagai berikut.
1. Otto Bauer
Dalam buku "the Austrians: A
Thousand-year Oddessey" karangan Gordon (1996), Otto Bauer mengatakan
bahwa bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki persamaan karakter atau
perangai yang timbul karena persamaan nasib dan pengalaman sejarah budaya yang
tumbuh dan berkembang bersama dangsa tersebut.
2. Ernest Renant
Dalam bukunya yang berjudul "La
Reforme Intellectuelle et Morale" (1929), Ernest Renanat berpendapat
bahwa bangs adalah kesatuan jiwa. Jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu,
orang-orang merasa diri satu dan mau bersatu. Dalam istilah Prancis, bangsa
adalah Ledesir d'etre ensemble. Bangsa dapat terdiri atas ratusan, ribuan,
bahkan jutaan manusia, tetapi sebenarnya merupakan kesatuan jiwa. Apabila semua
manusia yang hidup di dalamnya mempunyai kehendak untuk bersatu maka sudah
merupakan satu bangsa.
3. Hans Kohn
Menurut Hans Kohn dalam bukunya "Nationalism
and Liberty: The Swiss Example" (1966), bangsa diartikan sebagai hasil
tenaga hidup manusia dalam sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tak
pernah membeku. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak
bisa dirumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki beberbagai faktor
obyek tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain. Faktor-faktor itu berupa
persamaan keturunan, wilayah, bangsa, adat istiadat, kesamaan politik,
perasaan, dan agama.
4. Jalobsen dan Lipman
Menurut Jalobsen dan Lipman dalam buku
"Politics: Individual and State" karya Robert Wesson (1998),
bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity) dan satu kesatuan politik
(political unity). Dari beberapa pengertian bangsa oleh beberapa orang ahli
yang satu dengan lainnya berbeda. Hal ini disebabkan oleh sudut padnang mereka
yang berbeda pula.
5. Lothrop Stoddard
Bangsa, nation, natie adalah suatu
kepercayaan yang dimiliki oleh sejumlah orang yang cukup banyak, bahwa mereka
merupakan suatu bangsa. Ia merupakan suatu perasaan memiliki secara bersama
sebagai suatu bangsa.
6. Ir. Soekarno
Bangsa adalah segerombolan manusia
yang besar, keras ia mempunyai keinginan bersatu, le desir d’etre ensemble
(keinginan untuk hidup bersama), keras ia mempunyai character gemeinschaft
(persamaan nasib/karakter), persamaan watak, tetapi yang hidup di atas satu
wilayah yang nyata satu unit.
B.
Unsur – Unsur Terbentuknya Bangsa
Benedict Anderson mengartikan bangsa
sebagai komunitas politik yang dibayangkan dalam wilayah yang jelas batasnya
serta berdaulat. Ada tiga unsur pokok dari pengertian itu.
1. Komunitas politik yang dibayangkan
Suatu bangsa merupakan komunitas
politik yang dibayangkan karena pada anggota dari bangsa yang paling kecil
sekalipun tidak saling kenal. Meskipun demikian, para anggota bangsa itu selalu
memandang satu sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan
sebangsa inilah yang menyebabkan banyak anggotanya rela mati bagi komunitas
yang dibayangkan itu.
2. Mempunyai batas wilayah yang jelas
Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu
yang pada hakikatnya bersifat terbatas. Bangsa-bangsa yang paling besar
sekalipun dengan penduduk ratusan juta jiwa mempunyai batas wilayah yang relatif
jelas. Di luar perbatasan itu akan ditemui wilayah bangsa-bangsa yang lain.
Tidak satu bangsa pun membayangkan dirinya meliputi semua umat manusia di bumi.
3. Berdaulat
Bangsa dibayangkan sebagai berdaulat.
Ini karena sebuah bangsa berada di bawah suatu negara yang mempunyai kekuasaan
atas seluruh wilayah serta bangsa tersebut.
Berdasarkan unsur-unsur di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa sekelompok manusia yang berada dalam suatu wilayah tertentu yang
mempunyai karakter, identitas, atau budaya yang khas, serta bersatu dapat
disebut bangsa. Di samping itu, suatu bangsa tunduk pada aturan tertentu karena
persamaan nasib, tujuan, dan cita-cita. Jadi, unsur-unsur suatu bangsa dapat
disimpulkan sebagai berikut.
- Ada sekelompok manusia yang mempunyai kemauan untuk bersatu.
- Berada dalam suatu wilayah tertentu.
- Ada kehendak untuk membentuk atau berada di bawah pemerintahan yang dibuatnya sendiri.
- Secara psikologis merasa senasib, sepenanggungan, setujuan, serta secitacita.
- Ada kesamaan karakter, identitas, budaya, bahasa, dan lain-lain sehingga dapat dibedakan dengan bangsa lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Terbentuknya
Bangsa Indonesia
Indonesia, sejak
diproklamirkan kemerdekaan negara ini menganut falsafah bahwa hanya ada satu
bangsa di wilayah negara Republik Indonesia yaitu bangsa Indonesia. Hal ini
sesuai dengan tekad (pakai d atau t sih) para pemimpin Indonesia yang tercetus
pada “Sumpah Pemuda” tahun 1928. Tetapi, kemudian perlu dipahami lebih dalam
bahwa konteks “satu bangsa” yang diucapkan dalam sumpah pemuda tersebut sangat
bernuansa “historis”, dimana semua manusia atau kelompok manusia (anda boleh
menyebutnya dengan suku bangsa) yang berdiam di wilayah Indonesia punya
“majikan” yang sama yaitu pemerintah Belanda (yang diwakili oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda).
Ini yang kemudian menyebabkan bahwa rasa persatuan atau kesadaran akan kebutuhan bersama untuk menentang kolonialisme dalam bentuk apapun kemudian menjadi manifes dengan munculnya “rasa kebangsaan” Indonesia. Tetapi harap diingat bahwa proses penaklukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang belangsung cukup sukses hanya di pulau Jawa, sedang di bagian timur dan barat dari Indonesia malah berlangsung dalam periode yang amat singkat kurang dari 45 tahun. Secara legal formal dalam hukum internasional mengatur tentang kepemilikan suatu wilayah yang dinyatakan “terra nullius” oleh hukum internasional, yang kemudian mensyaratkan adanya keefektifan pemerintahan di wilayah yang dikuasai, baik secara politik, hukum, dan ekonomi (lihat kasus sipadan dan ligitan), Aceh dan Papua Barat adalah wilayah terakhir yang kemudian secara efektif dikuasai dan dimasukkan ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Ini yang kemudian menyebabkan bahwa rasa persatuan atau kesadaran akan kebutuhan bersama untuk menentang kolonialisme dalam bentuk apapun kemudian menjadi manifes dengan munculnya “rasa kebangsaan” Indonesia. Tetapi harap diingat bahwa proses penaklukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang belangsung cukup sukses hanya di pulau Jawa, sedang di bagian timur dan barat dari Indonesia malah berlangsung dalam periode yang amat singkat kurang dari 45 tahun. Secara legal formal dalam hukum internasional mengatur tentang kepemilikan suatu wilayah yang dinyatakan “terra nullius” oleh hukum internasional, yang kemudian mensyaratkan adanya keefektifan pemerintahan di wilayah yang dikuasai, baik secara politik, hukum, dan ekonomi (lihat kasus sipadan dan ligitan), Aceh dan Papua Barat adalah wilayah terakhir yang kemudian secara efektif dikuasai dan dimasukkan ke dalam wilayah Hindia Belanda.
B.
Proses Terbentuknya Indonesia.
Dari sejak awal
pergerakan kemerdekaan dari tindasan pemerintah kolonial Hindia Belanda dimulai
dari daerah-daerah lokal (setingkat propinsi/kabupaten kalau sekarang), hal ini
wajar karena mengingat bahwa rasa kebangsaan di tingkat lokal sangat kuat (ini
terbukti hingga saat ini).
Kemudian setelah pemerintah Belanda menerapkan politik “etis” di Indonesia mulai terbentuk segolongan elit terdidik dan terpelajar di seluruh kepulauan Indonesia yang kemudian mentransformasikan dirinya dengan identitas keindonesiaan dalam wujud perhimpunan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda yang berwadah dalam Perhimpunan Indonesia.
Pada saat yang sama, partai-partai politik atau yang menyamai partai politik tidak ada yang menggunakan identitas keindonesiaan (sebagai contoh Budi Utomo, Sarikat Islam, NIP), kecuali PKI. Saat itu hanya Partai Komunis Indonesia-lah yang menggunakan identitas keindonesiaan, walaupun mereka tidak bisa mengklaim bahwa dalam pergerakan kemerdekaan mereka adalah pelopor penggunaan nama Indonesia karena pada awalnya pun mereka menggunakan nama Perserikatan Komunis Hindia.
Kemudian setelah pemerintah Belanda menerapkan politik “etis” di Indonesia mulai terbentuk segolongan elit terdidik dan terpelajar di seluruh kepulauan Indonesia yang kemudian mentransformasikan dirinya dengan identitas keindonesiaan dalam wujud perhimpunan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda yang berwadah dalam Perhimpunan Indonesia.
Pada saat yang sama, partai-partai politik atau yang menyamai partai politik tidak ada yang menggunakan identitas keindonesiaan (sebagai contoh Budi Utomo, Sarikat Islam, NIP), kecuali PKI. Saat itu hanya Partai Komunis Indonesia-lah yang menggunakan identitas keindonesiaan, walaupun mereka tidak bisa mengklaim bahwa dalam pergerakan kemerdekaan mereka adalah pelopor penggunaan nama Indonesia karena pada awalnya pun mereka menggunakan nama Perserikatan Komunis Hindia.
Harus diakui
bahwa dua organisasi politik inilah yang memperkenalkan identitas keindonesiaan
pada dunia Internasional (PI untuk ke luar negeri dan PKI untuk ke dalam
negeri), dan kemudian menjadi sandaran bagi partai-partai politik yang berbasis
nasionalisme untuk menggunakan identitas keindonesiaan.
Sehingga proses adanya kesadaran keindonesiaan ini kemudian lebih dikarenakan adanya penindasan secara politik, ekonomi, dan hukum yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, tanpa adanya kesadaran luhur akan pentingnya federasi yang longgar antar bangsa di wilayah Indonesia.
Sehingga proses adanya kesadaran keindonesiaan ini kemudian lebih dikarenakan adanya penindasan secara politik, ekonomi, dan hukum yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, tanpa adanya kesadaran luhur akan pentingnya federasi yang longgar antar bangsa di wilayah Indonesia.
C.
Proses Pemerdekaan dan Kemerdekaan Indonesia
Proses penyatuan
Indonesia yang sedikit mengambil bentuk “keterpaksaan” mulai mengemuka ketika
pemerintahan fasis Jepang memberikan sedikit kemerdekaan untuk merancang proses
kemerdekaan Indonesia kepada para pemimpin Indonesia.
Pikiran-pikiran
yang kemudian mengemuka kemudian malah menjadi manifes dalam bentuk negara
integralistik yang dalam sejarah perjalanannya justru anti demokrasi dan
menjadikan tiap rejim yang memerintah tidak menghormati hak asasi manusia. Hal
ini kemudian menjadi basis legalitas pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat 1 UUD RI.
Pikiran tentang negara integralistik ini sebenarnya sangat dijiwai oleh paham kosmologi Jawa yang sangat feodal itu, yang sayangnya justru di adopsi oleh para pemimpin Indonesia (mungkin ini berkaitan dengan banyaknya pemimpin Indonesia yang berasal dari Jawa). Yang kemudian justru menciptakan suatu “monster” yang melenyapkan segala kearifan lokal masyarakat adat di Indonesia (lihat UU pemerintahan di desa pada masa rejim orde baru). Dan hal ini kemudian menimbulkan resistensi daerah-daerah di luar Jawa yang menolak hegemoni Jawa atas pemerintahan di Indonesia, sehingga yang diciptakan oleh setiap pemerintahan di Indonesia bukannya rasa kebangsaan Indonesia tetapi malah memunculkan adanya “Sentimen Keindonesiaan” .
Proses yang terjadi dengan pemaksaan ini malah diteruskan oleh rejim militer orde baru. Proses yang sama kemudian terjadi pada wilayah Timor Leste atas nama “integrasi”, wilayah tersebut dimasukkan (dianeksasi) secara melanggar hukum internasional ke dalam wilyah Indonesia, pada saat yang sama di Aceh dan Papua juga terjadi kekerasan yang sistematis demi melanggengkan ideologi militer yaitu persatuan dan negara integrali.
Pikiran tentang negara integralistik ini sebenarnya sangat dijiwai oleh paham kosmologi Jawa yang sangat feodal itu, yang sayangnya justru di adopsi oleh para pemimpin Indonesia (mungkin ini berkaitan dengan banyaknya pemimpin Indonesia yang berasal dari Jawa). Yang kemudian justru menciptakan suatu “monster” yang melenyapkan segala kearifan lokal masyarakat adat di Indonesia (lihat UU pemerintahan di desa pada masa rejim orde baru). Dan hal ini kemudian menimbulkan resistensi daerah-daerah di luar Jawa yang menolak hegemoni Jawa atas pemerintahan di Indonesia, sehingga yang diciptakan oleh setiap pemerintahan di Indonesia bukannya rasa kebangsaan Indonesia tetapi malah memunculkan adanya “Sentimen Keindonesiaan” .
Proses yang terjadi dengan pemaksaan ini malah diteruskan oleh rejim militer orde baru. Proses yang sama kemudian terjadi pada wilayah Timor Leste atas nama “integrasi”, wilayah tersebut dimasukkan (dianeksasi) secara melanggar hukum internasional ke dalam wilyah Indonesia, pada saat yang sama di Aceh dan Papua juga terjadi kekerasan yang sistematis demi melanggengkan ideologi militer yaitu persatuan dan negara integrali.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bangsa Indonesia telah merdeka kurang
lebih 70 tahun, dengan itu bangsa ini harus bisa merangkul seluruh masyarakatnya
agar semua penduduk bangsa Indonesia bisa merasakan kemerdekaan. Agar tanpa
merasakan penjajahan baik secara langsung maupun tidak langsung.
B.
Saran
Pemerintah Indonesia sebaiknya segera memperbaiki kinerja dan tidak terlalu menuntut lebih dengan alasan peningkatan kinerja pemerintah. Dan tidak lagi melakukan aksi perdamaian semu serta mulai mengakui bahwa disamping bangsa Indonesia juga terdapat bangsa Aceh dan Papua Barat serta bangsa-bangsa lain yang hidup secara berdampingan di wilayah negara Indonesia. Dan kemudian juga memformulasi ulang bentuk negara kesatuan menjadi negara federal di dalam UUD RI.
Pemerintah Indonesia sebaiknya segera memperbaiki kinerja dan tidak terlalu menuntut lebih dengan alasan peningkatan kinerja pemerintah. Dan tidak lagi melakukan aksi perdamaian semu serta mulai mengakui bahwa disamping bangsa Indonesia juga terdapat bangsa Aceh dan Papua Barat serta bangsa-bangsa lain yang hidup secara berdampingan di wilayah negara Indonesia. Dan kemudian juga memformulasi ulang bentuk negara kesatuan menjadi negara federal di dalam UUD RI.
DAFTAR PUSAKA
Drs.Sumarsono,2005, Pendidikan
Kewarganegaraan, Penerbit Gramedi Pustaka Utama, Jakarta.
DR.Kaelan,M.S,2004,
Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma, Yogyakarta.
Ismaun, 1981, Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
Indonesia, Carya Remadja, Bandung
Suryo, Joko, 2002, Pembentukan Identitas Nasional,Makalah
Seminar Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY,
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar