KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penyusun ucapkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa karena berkat-Nyalah sehingga
makalah ini berhasil penyusun selesaikan. Penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik di program jurusan S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Udayana. Adapun judul yang diambil dalam makalah ini adalah “Pengukuran Kinerja pada Sektor Publik”.
Bisnis, Universitas Udayana. Adapun judul yang diambil dalam makalah ini adalah “Pengukuran Kinerja pada Sektor Publik”.
Ucapan
terima kasih penyusun berikan kepada semua pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini. Tanpa
dukungan dari mereka semua, penyusunan makalah ini belum tentu bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, sehingga kritik dan
saran sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
........................................................................................................ 1
DAFTAR
ISI ....................................................................................................................... 2
BAB
I PENDAHULUAN
................................................................................................... 3
1.1
LATAR
BELAKANG ..................................................................................... 3
1.2
RUMUSAN
MASALAH
................................................................................. 4
1.3
TUJUAN
PENELITIAN
................................................................................. 4
BAB
II PEMBAHASAN
.................................................................................................... 5
2.1 PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA.............................................................5
2.2 INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGUKURAN KINERJA....... 7
2.3 PERANAN INDIKATOR KINERJA DALAM PENGUKURAN KINERJ......... 11
2.4 INDIKATOR KINERJA DAN PENGUKURAN VALUE FOR MONEY…….…12
2.5 PENGUKURAN VALUE FOR MONEY…..………………....................................13
2.6 PENGEMBANGAN INDIKATOR VALUE FOR MONEY………………………14
2.7 LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN VALUE FOR MONEY……………...14
BAB
III PENUTUP
............................................................................................................ 17
3.1
KESIMPULAN
............................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA
......................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Kinerja
merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo
(2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini
dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud
dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1. Membantu
memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada
masyarakat.
2. Ukuran
kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan.
3. Untuk
mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
4. Capital
rationing
Tujuan
sistem pengukuran kinerja antara lain:
1. Untuk
mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2. Untuk
mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk
mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta
motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat
untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan
kolektif yang rasional.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana
pengukuran kinerja sector
publik?
2. Bagaimana
langkah-langkah pengukuran kinerja dengan value for
money?
3. Bagaimana pengukuran kinerja dengan balance scorecard?
1.3
TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan uraian rumusan masalah di
atas, maka yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1)
Untuk mengetahui dan memahami
tentang bagaimana pengukuran
kinerja sector publik
2)
Untuk mengetahui dan
memahami tentang bagaimana langkah-langkah
pengukuran kinerja dengan value for money
3) Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana
pengukuran kinerja dengan balance scorecard
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN
PENGUKURAN KINERJA
Kinerja
merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo
(2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran
kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya
pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1. Membantu
memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada
masyarakat.
2. Ukuran
kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan.
3. Untuk
mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Selain itu,
pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk menentukan kelayakan
biaya pelayanan (cost of service)
yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau
selalu ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari
pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja
sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda
dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih
banyak bersifat intangible output,
maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.
TUJUAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA
Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
- Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
- Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
- Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
- Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
MANFAAT PENGUKURAN KINERJA
Berikut ini
adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1. Memberikan
pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen
2. Memberikan
arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk
memonitor dan mengawasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target
kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai
dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment).
5. Sebagai alat
komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
6. Membantu
mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu
memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan
bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
PRINSIP-PRINSIP PEMILIHAN UKURAN KINERJA
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema
indikator:
Evaluasi
kembali ukuran yang ada
|
Informasi
kinerja tetap dibutuhkan oleh manajemen. Apabila skema indikator kinerja
sudah tidak berfungsi, maka manajemen akan mengembangkan skema baru.
|
Mengukur
kegiatan yang penting, tidak hanya hasil
|
Kinerja
selalu berorientasi hasil. Ukuran hasil sering diformulasikan dalam rasio
keuangan. Pencapaian hasil akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil
tersebut tidak akan menunjukkan diagnosis hasil.
|
Pengukuran
harus mendorong tim kerja yang akan mencapai tujuan
|
Pembagian
proses pengukuran menciptakan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
|
Pengukuran
harus merupakan perangkat yang terintegrasi, seimbang dalam penerapannya
|
Agar
efektif, sistem pengukuran harus diciptakan sebagai perangkat terintegrasi
yang diperoleh dari strategi perusahaan. Sebagian besar perusahaan berusaha
meminimalkan biaya, meningkatkan kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan
produksi dan menciptakan pengembalian investasi yang wajar.
|
Pengukuran
harus memiliki fokus eksternal jika memungkinkan
|
Ukuran
internal yang umum dipakai dalam sebuah organisasi perbandingan kinerja dari
tahun ke tahun. Suatu perbandingan tertentu dapat dilakukan ke tingkatan
mikro: divisi, departemen, kelompok, bahkan individu.
|
SKALA
PENGUKURAN
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a.
Skala Nominal
Skala
nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah tingkatannya karena denga
skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang
sama, yang berbeda dengan kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak
dibedakan berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat
dikatakan lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang
lain, tetapi hanya sekedar berbeda.
b.
Skala Ordinal
Skala ini
lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala nominal karena selain
memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal, yaitu dapat mengolongkan
obyek dalam golongan yang berbeda, skala ordinal juga mempunyai kelebihan dari
skala nominal, yaitu bahwa golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala
ordinal ini dapat dibedakan tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan
dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c. Skala
Interval
Skala
interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran yang sama, sehingga
jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau antara satu golongan
dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d. Skala rasio
Skala rasio
merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena skala ini mempunyai
ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya. Skala rasio memiliki
titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila suatu obyek diukur dengan
skala rasio dan berada pada titik nol, maka gejala atau sifat yang diukur
benar-benar tidak ada.
SIKLUS PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran
kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:
1. Perencanaan
strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategi,
yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan,
program operasional san kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan
indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan
strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung,
contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.
3. Mengembangkan
sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama,
meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja.
Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data yang dikumpulkan.
Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam
cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4. Penyempurnaan
ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting
dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5. Pengintegrasian
dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan ukuran kinerja tersedian secara
efektif merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi dapat
dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi.
2.2 INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGUKURAN KINERJA
A.
Informasi Finansial
Penilaian
laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat.
Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau
perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang dianggarkan.
Analisis varians
secara garis besar berfokus pada :
1. Varians
pendapatan (revenue varians)
Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan aktiva
atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
2. Varians pengeluaran
(expenditure variance)
ü Varians
belanja rutin
Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
sifatnya lancar dan terus menerus yang
dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda pemerintahan dan memelihara
hasil-hasil pembangunan.
ü Varians
belanja investasi/modal (recurrent
expenditure variance)
Belanja
investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah,
dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan
pemeliharaan.
Setelah
dilakukan analisis varians maka tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sumber
penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level
manajemen paling bawah.
b. Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses
pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak
dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard. Metode Balanced
Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek
finansial dan juga aspek nonfinasial. Balanced
Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard
tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek
kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang
menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang
cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi, 2007). Pengukuran
dengan metode ini melibatkan empat aspek, antara lain :
1. Perspektif
finansial (financial perspective)
Perspektif finansial menjadi
perhatian dalam balanced scorecard
karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi
yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Aspek keuangan menunjukkan apakah
perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan
yang mendasar. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari
siklus kehidupan bisnis, yaitu:
ü Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan
perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini
manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan
fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global,
serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
ü Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih
melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian
terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang
ada, bahkan mengembangkannya jika memungkinkan.
ü Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan
benar-benar menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi
investasi besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran
untuk pemeliharaan dan perbaikan.
2. Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
Dalam perspektif ini perhatian
perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal untuk peningkatan kinerja
produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif
ini peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok
pengukuran, yaitu:
ü Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen
pengukuran, yaitu:
· Pangsa Pasar
(market share): pangsa pasar ini menggambarkan proporsi bisnis yang
dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam
bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
· Retensi
Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan tingkat dimana perusahaan
dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan
dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang
asa saat ini.
· Akuisisi
Pelanggan (Customer Acquisition) :
pengukuran ini menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik
pelanggan baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur dengan membandingkan
banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.
· Kepuasan
Pelanggan (Customer Satisfaction) :
pengukuran ini berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait
dengan kriteria spesifik dalam value
proportion.
ü Customer Value Proportion yang merupakan pemicu
kinerja yang terdapat pada Core value proportion didasarkan pada atribut
sebagai berikut:
· Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau
jasa, harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan
pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
· Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan
mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa
yang ditawarkan perusahaan.
· Image and reputation membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga
kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif
efisiensi proses internal (internal
process efficiency)
Dalam hal
ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu:
ü Proses inovasi
Dalam proses
penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah satu
kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari
proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses
penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
· Pengukuran
terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan
· Pengukuran
terhadap proses pengembangan produk.
ü Proses Operasi
Pada proses
operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari
barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan.
ü Pelayanan Purna Jual
Tahap
terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya pengukuran
terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian
yang cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual
ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.
4. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (learning
and growth perspective).
Kaplan (Kaplan,
1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus
mempertahankan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan
pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan
akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian
hasil ketiga perspektif diatas dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan organisasi merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja
yang istimewa dalam tiga perspektif Balanced Scorecard.
Perspekti/Faktor yang Dinilai Misi atau Visi
Jenis
informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci. Variabel
kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesuksesan organisasi. Karakteristik variabel kunci, yaitu :
1)
Menjelaskan
faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
2)
Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat
berubah dengan cepat
3)
Perubahannya
tidak dapat diprediksi
4)
Jika terjadi
perubahan perlu diambil tindakan segera
5)
Variabel
tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh kepuasan
masyarakat tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat dibuat ukuran
antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat dijadikan
variabel kunci.
Contoh
Variabel Kunci
Dinas/Unit
Kerja
|
Variabel
Kunci
|
Rumah
Sakit dan hotel
|
Tingkat
hunian kamar (kamar yang dipakai : jumlah total kamar yang tersedia)
|
Klinik
Kesehatan
|
Jumlah
pelannggan (masyarakat) yang dilayani per hari
|
Perusahaan
Listrik Negara
|
KWH yang
terjual
|
Perusahaan
Telekomunikasi
|
Jumlah
pulsa yang terjual
|
Perusahaan
Air Minum
|
Jumlah
debit air yang terjual
|
DLLAJ
|
Jumlah
alat angkutan umum
Paid seats/capacity seats
|
Pekerjaan
Umum
|
Panjang
jalan yang dibangun/diperbaiki
Panjang
jalan yang disapu/dibersihkan
|
Kepolisian
|
Jumlah
kriminalitas yang tertangani
Jumlah
kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
Jumlah pengaduan masyarakat yang
tertangani
|
DPR/DPRD
|
Jumlah
pengaduan dan tuntutan masyarakat yang tertangani
Jumlah
rapat yang dilakukan
Jumlah
undang-undang atau perda yang dihasilkam
Jumlah
peserta rapat per total anggota
|
Dipenda
|
Jumlah
pendapatan yang terkumpul
|
Agar
pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini merupakan hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Membuat
suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.
- Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja akan dilakukan.
- Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going process)
- Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja.
- Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi
- Organisai harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besranya organisasi, budaya, visi, tujuan, dan struktur organisasi.
2.3 PERANAN INDIKATOR KINERJA DALAM PENGUKURAN KINERJA
Indikator
Kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.
Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama
organisasi (critical success factors) dan
indikator kinerja kunci (key performance
indicator).
Faktor
Keberhasilan Utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja
unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan
memperhatika variabel-variabel kunci finansial dan non-finansial pada kondisi
waktu tertentu.
Indikator
Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran
kinerja kunci baik yang bersifat
finansial maupun non-finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja
unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan
memonitor capaian kinerja.
Komponen
yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :
a.
Biaya pelayanan (cost
of service)
Indikator
biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit
cost), misalnya biaya per unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki,
jumlah ton sampah yang terangkut, biaya per siswa). Beberapa pelayanan mungkin
tidak dapat ditentukan biaya unitnya karena output
yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe
pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja
produksi misalnya belanja per kapita.
b.
Penggunaan (utilization)
Indikator
ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi
publik sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase tertentu,
misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain yaitu rata-rata jumlah
penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk
mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada
tiap-tiap jalur.
c.
Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit
diukur karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Contohnya yaitu
perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
d.
Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator
ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan atau peraturan perundangan
yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal
yang telah ditetapkan.
e. Kepuasan (satisfaction)
Indikator
kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah
daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment) dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator
kepuasan. Namun, dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah
komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerjasama antar unit
kerja.
Contoh
Pengembangan Indikator Kinerja
Dinas/Unit
Kerja
|
Indikator
Kinerja
|
Rumah
Sakit
|
Biaya
total rata-rata rawat jalan per pasien yang masuk
Biaya
rata-rata pelayanan medis dan paramedis per pasien yang masuk
Biaya
rata-rata pelayanan umum (non-klinis) per pasien yang masuk
Penggunaan
fasilitas
Rata-rata
masa tinggal pasien di rumah sakit
Jumlah
pasien rata-rata per bed per tahun
Rasio
antara pasien baru dengan pasien lama yang masuk kembali
Proporsi
tingkat hunian
|
Klinik
Kesehatan
|
Jumlah
pelanggan yang dilayani per hari per jumlah total penduduk untuk wilayah
tertentu
|
Pekerjaan
Umum
|
Panjang
jalan yang dibangun atau diperbaiki/total panjang jalan
Panjang
jalan yang disapu atau dibersihkan/total panjang jalan
Kondisi
jalan
Keamanan
jalan (road safety)
|
Kepolisian
|
% Jumlah
kriminalitas yang tertangani/Jumlah kriminalitas yang terdeteksi/tercatat
%
Penurunan jumlah kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas
% Jumlah
pengaduan masyarakat yang tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang
masuk
|
DPR/DPRD
|
% Jumlah
pengaduan dan tuntutan masyarakat yang tertangani/Jumlah total aspirasi yang
masuk
Jumlah
rapat yang dilakukan per bulan/tahun
Jumlah
peraturan yang dihasilkan per bulan/tahun
% Jumlah
peserta rapat per total anggota
|
Dipenda
|
% Jumlah
pendapatan yang terkumpul/potensi
|
2.4
INDIKATOR
KINERJA DAN PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Menurut Mahmdi (2005:97) dalam bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik
menyatakan karakteristik indikator kinerja sebagai berikut :
a.
Sederhana dan mudah
dipahami,
b.
Dapat diukur,
c.
Dapat dikualifikasikan,
misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
d.
Diakitkan dengan standar
atau target kinerja,
e.
Berfokus pada costumer
service, kualitas dan efisiensi,
f. Dikaji secara teratur.
Value for money merupakan
konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen
utama yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Value for money merupakan
inti dari pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Permasalahan yang
sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah
sulitnya mengukur output karena output
yang dihasilkan tidak selalu berupa output berwujud tetapi lebih banyak berupa intangible output. Untuk dapat mengukur
kinerja pemerintah maka perlu diketahui indikator-indikator kinerja sebagai
dasar penilaian kinerja. Mekanisme yang diperlukan untuk menentukan indikator
kinerja, antara lain :
1)
Sistem perencanaan dan pengendalian
Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi
jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh
bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasarkan
pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan serta tanggungjawab.
2)
Spesifikasi dan standarisasi
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur
dengan menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan
bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.
3) Kompetensi
teknis dan profesionalisme
Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi
teknis dan standarisasi yang ditetapkan maka diperlukan personel yang memiliki
kompetensi teknis dan professional dalam bekerja.
4)
Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan
dan hukuman (reward and punishment) yang
bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber
daya yang menjamin terpenuhinya value for
money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan
dan hukuman (alat pembinaan).
5)
Mekanisme sumber daya manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk
memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Peran
indikator kinerja bagi pemerintah antara lain :
a. Untuk
membantu memperjelas tujuan organisasi
b. Untuk
mengevaluasi target akhir (final outcome)
yang dihasilkan
c. Sebagai
masukan untuk menentukan skema insensif manajerial
d. Memungkinkan
bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan
e. Untuk
menunjukkan standar kinerja
f. Untuk
menunjukkan efektivitas
g. Untuk
membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya yang paling baik
untuk mencapai target sasaran
h. Untuk
menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial untuk dilakukan
penghematan biaya.
2.5 PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Kriteria
pokok manajemen publik didasari atas :
ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dengan
tujuan yang dikehendaki masyarakat mencakup pertanggungjawaban atas pelaksanaan
value for money, yaitu: ekonomis
(hermat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumberdaya, efisiensi (berdaya
guna) dalam penggunaan sumberdaya, serta efektif (berhasil guna) dalam arti
mencapai tujuan atau sasaran.
Untuk
mengukur kinerja organisasi dapat dilakukan secara obyektif digunakanlah indikator kinerja, yang idealnya
terkait paada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan.
2.6 PENGEMBANGAN INDIKATOR VALUE FOR MONEY
Peran
indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi sebagai pertimbangan untuk
pembuatan keputusan. Indikator value for
money dibagi menjadi dua bagian, yaitu: indikator alokasi biaya (ekonomi
dan efisisensi), dan indikator kualitas pelayanan (Efektifitas). Indikator
kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal dan juga
akan membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan anggaran dan dalam
mengawasi kinerja anggaran.
a.
Tiga pokok
bahasan dalam indikator value for money:
·
Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar
dan maukan (cost of input). Dengan
kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan
tingkat kualitas teretentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less).
·
Efisiensi
Efisiensi berhubungan erat dengan
konsep produktifitasnya. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilakn terhadap input yang diguakan (cosh of output), dan dapat dikatakan
efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (Spending well).
·
Efektifitas
Pada dasarnya berhubungan erat
dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Kegiatan
operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan
sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Dari uraian
diatas value for money sangat
berkaitan. Ekonomi membahas masukan (input),
efisiensi membahas masukan (input)
dan keluaran (output), dan
efektifitas membahas mengenai keluaran (output)
dan dampak (outcome). Dan hubungan
nya dapat digambarkan sebagai berikut:
b.
Indikator
efektifitas biaya (Cost-Effectiveness)
Indikator
efisiensi dan efektifitas harus digunakan secara bersama-sama. Karena disatu
pihak mungkin pelaksanaanya sudah dilakukan secara ekonomis dan efisien akan
tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai
target. Sedang dipihak lain, program dikatakan efektif dalam mencapai tujuan,
tetapi tidak dicapai dengan cara ekonomis dan efisien. Jika suatu program
efektif dan efisien maka program tersebut dikatakan cost-effectivenness.
2.7 LANGKAH-LANGKAH
PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Ø Pengukuran
Ekonomi
Pengukuran
ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan dan merupakan ukuran
relatif.
Ø Pengukuran
Efisiensi
Efisiensi
dapat diukur dengan rasio antara output
dengan input.
Rasio
efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk relative,
karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka
perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:
-
Meningkatkan
output pada tingkat input yang sama
-
Meningkatkan
output dalam proporsi yang lebih
besar daripada proporsi peningkatan input.
-
Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
-
Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar
daripada proporsi penurunan output.
Ø Pengukuran
Efektifitas
Efektifitas
adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila
suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan
telah berjalan dengan efektif.
Ø Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau
kegiatan terhadap masyarakat. Outcome
lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap
masyarakat, sedangkan outcome
mengukur kualitas output dan dampak
yang dihasilkan (Smith, 1996)
Ø Estimasi Indikator Kinerja
Estimasi dapat dilakukan dengan
menggunakan :
a. Kinerja
tahun lalu
Digunakan
sebagai dasar untuk mengestimasi indikator kinerja. Karena merupakan
perbandingan bagi unit untuk melihat seberapa besar kinerja yang telah dilakukan.
Disamping itu terdapat time lag
antara aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak yang timbul dari aktivitas
tersebut. Dampak yang timbul pada tahun sekarang dapat dirasakan pada tahun
yang akan datang.
b. Expert
Judgement
Digunakan
karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh terhadap kinerja berikutnya.
Teknik ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam mengestimasi indikator
kinerja. Expert judgrment digunakan
untuk melakukan estimasi kinerja. Selain itu dari segi biaya juga tidak terlalu
mahal. Tetapi mempunyai kelemahan yaitu sangat tergantung pada pandangan
subyektif para pengambil keputusan. Dampak dari pencapaian kinerja tidak secara
otomatis dapat dikatakan bahwa unit tersebut mengalami peningkatan kinerja.
c. Trend
Digunakan
dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya pengaruh waktu dalam
pencapaian kinerja unit kerja.
d. Regresi
Regresi
dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh variabel-variabel independen
mampu mempengaruhi variabel dependen.
Ø Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja
Langkah awal
dalam membuat indikator kinerja ekonomi, efisiensi, dan efektivitas adalah
memahami operasi dalam menganalisis kegiatan dan program yang akan
dilaksanakan. Terdapat dua jenis kebijakan yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk mengatur alokasi
sumber daya input untuk dikonversi
menjadi output melalui satu atau
beberapa proses konversi atau operasi.
Hasil
kebijakan ada tiga jenis, yaitu : output, akibat, dampak, dan distribusi
manfaat. Output yang diproduksi
diharapkan akan memberikan sejumlah akibat dan dampak yang positif tehadap
tujuan program. Hal ini disebut dengan outcome
program.
Apabila
ukuran outcome tidak bersedia dan
ukuran efektivitas suatu program yang dapat dikuantifikasi tidak dapat
ditentukan, maka perlu dikembangkan ukuran kinerja antara. Karena ukuran
kinerja pengganti tidak dapat mengukur secara tepat dalam pencapaian
program.
Terlalu banyak perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat menyebabkan
perilaku disfungsional pada manajer dan pengambilan keputusan.
Contoh
indikator kinerja di Perguruan Tinggi
Pertimbangan
Input
|
|
Input
Mahasiswa
|
- Latar
belakang sosial ekonomi
- Latar
belakang budaya
|
Sumber
Daya
|
- Jumlah
dosen
- Fasilitas
|
Indikator
Proses
|
|
Staf
|
- Kualitas
dosen
- Tingkat
perpindahan dosen
|
Perkuliahan
|
- Frekuensi
temu kelas dan konsultasi
- Rasio
dosen
|
Kurikulum
|
- Mata
kuliah utama
- Mata
kuliah pilihan
|
Daya
Dukung Pendidikan
|
- Forum-forum
ilmiah
- Saran
olahraga
|
Organisasi
|
-
Manajemen
perguruan tinggi
-
Organisasi
mahasiswa
|
Mutually
|
- Tingkat
ekspektasi dosen
- Tingkat
tanggung jawab mahasiswa
|
Indikator Output
|
|
Mahsiswa
|
-
Sikap dan
perilaku masasiswa
-
Tingkat
kehadiran dan ketidak hadiran
|
Dosen
|
- Tingkat
kehadiran dan ketidakhadiran
- Keterlambatan
|
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Sistem Pengukuran Kinerja
sector public adalah suatu system yang bertujuan untuk membantu manajer public
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non
finansial. System pengukuran kinerja merupakan salah satu alat pengendalian
organisasi karena diperkuat dengan adanya mekanisme reward dan punishment. Pengukuran
kinerja sector public dimkasudkan untuk membantu memperbaiki kinerja
pemerintah, memperbaiki pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan,
serta untuk memfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik
DAFTAR
PUSTAKA
2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar.
Jakarta: Erlangga.
2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar