BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada permulaan tarikh
masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya
dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan
ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan
pelayaran
berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut
yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur
posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka
memiliki keuntungan, yaitu: Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti
India, Cina, Arab, dan Persia, Kesempatan melakukan hubungan perdagangan
internasional terbuka lebar, Pergaulan dengan bangsa - bangsa lain semakin
luas, dan Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha. Keterlibatan
bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional
menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu.
Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Budha runtuh, tradisi-tradisi Hindu-Budha
juga mengalami kemunduran, dengan berkembangnya agama Islam di nusatara.
B. Rumusan Masalah
a.
Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
b.
Runtuhnya tradisi Hindu-Budha di Indonesia
C.Tujuan
a.
Agar siswa memahami apa penyebab kemunduran atau keruntuhan
tradisi Hindu-Budha di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
Setelah memasuki abad
ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di
Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Faktor-faktor penyebab
runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.
1. Terdesaknya
kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan
pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang
saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi
perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam
yang mendesak agama Hindu-Buddha.
Walaupun
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di
Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga
kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha.
Kerajaan Sriwijaya mundur
sejak abad ke-10, penyebab mundurnya oleh faktor-faktor berikut.
a. Perubahan keadaan alam
di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai
lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya
menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
b. Letak Palembang yang
makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya
sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu,
terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat
menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis
daripada Palembang.
c. Dalam bidang politik,
Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di
Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa
Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di
bagian barat.
d. Adanya serangan
militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa
terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim
ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas
Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun
1023 – 1030.
Dalam serangan ini, Raja
Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di
Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas
usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari
Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan
kesatuan Nusantara (1377).
Berita Cina dari zaman
dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan Sumatra sudah ada
orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran
yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia Timur,
yaitu antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan
Kerajaan Sriwijaya.
Pada abad ke-7 sampai
ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang memegang peranan penting di bidang
ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Namun pada abad ke-12,
peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran. Bukti mengenai kemunduran
ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat diketahui dari berita Chou Ku-Fei tahun
1178.
Berita tersebut
menyatakan bahwa harga barang-barang dari Sriwijaya mahal karena rupanya tidak
lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan
perdagangan, Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang lebih
berat bagi kapal dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya.
Kemunduran Sriwijaya di
bidang perdagangan dan politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari
untuk memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu pada
tahun 1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya.
Sejalan dengan itu para
pedagang muslim (mungkin disertai para mubalignya pula) mempergunakan
kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan dan politik. Mereka
mendukung daerah-daerah yang melepaskan diri tersebut dan memunculkan
kekuatan-kekuatan baru berupa kerajaan-kerajaan bercorak Islam, seperti Samudra
Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Utara
dekat Lhokseumawe.
Peranan Kerajaan Mataram
Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini.
Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan
adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit.
Namun, pendapat ini tidak
dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Pendapat lain
menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat adanya paksaan
terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Buddha.
Pendapat baru menyebutkan
dua faktor berikut.
a. Keadaan alam bumi
Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit berkembang.
Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar, tidak
ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya Sungai
Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke
pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya
lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah.
b. Dari segi politik, ada
kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena Sriwijaya pada
saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan
perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya.
Ketika Sriwijaya
sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat
mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada
tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan
Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini
telah beragama Islam.
Kemunduran Majapahit
berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh
ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa
hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga
orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar
mengalami kemunduran.
Beberapa faktor penyebab
kemunduran Majapahit sebagai berikut.
a. Tidak ada lagi tokoh
di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah
Mada dan Hayam Wuruk meninggal.
b. Struktur pemerintahan
Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa modern dan
banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah
jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan
sedang kosong kekuasaan.
c. Terjadinya perang
saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401-1406) yang
dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi
diberi kekuasaan di wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja
Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga
yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara,
terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri
(1478).
d. Masuknya agama Islam
sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru yang
menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk
Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit.
Penting Untuk Diingat
1. Kerajaan Kutai berdiri
pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah Kudungga, Asmawarman, dan
Mulawarman.
2. Kerajaan Tarumanegara
berdiri pada abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa prasasti Ciaruteun,
Jambu, Pasar Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang.
3. Kerajaan Sriwijaya
berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah Balaputradewa
yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya
mendapat julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia.
4. Kerajaan Mataram
didirikan oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa saat
itu, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.
5. Kerajaan Mataram
pindah ke Jawa Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang Mataram.
Raja-rajanya adalah Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada
tahun 1042 pecah menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala.
6. Kerajaan Kediri
mencapai kejayaan pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri
adalah Bameswara, Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.
7. Kerajaan Singasari
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 setelah mengalahkan Kertajaya (Kediri).
Singasari mengalami kejayaan pada masa Kertanegara dan runtuh pada tahun 1292
setelah dikalahkan oleh Jayakatwang (Kediri).
8. Kerajaan Majapahit
berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya. Raja-rajanya adalah Raden Wijaya,
Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan
Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah
Mada.
Demikianlah
Materi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, semoga
bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masuk
dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di
berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah
satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan
dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun.
Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara,
Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan tulang Bawang, Kerajaan Kota Kapur, Kerajaan Buleleng, dan Kerajaan
Dinasti Warmadewa. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa
pengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan
asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami
proses erajaan penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi
kebudayaan.
B.
Saran
1.
Di dunia ini kita harus saling menghormati dan menghindari permusuhan agar
tercipta kedamaian dan kemakmuran di NKRI.
2.
Kita harus belajar dari masa lalu bahwa permusuhan adalah awal kehancuran,
untuk itu marilah kita saling bersatu agar terwujud dunia yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban
Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta :
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan
Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta
: Gajah Mada university Press,
1998
Armia, “Makalah Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”, http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan- hindu-budha-di.html, 18-09-2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar